Menjelang 'Hari Pahlawan 10 November' Indonesia, sengaja 'rare book' mengunggah buku hasil tulisan pahlawan, saksi dan pelaku dalam sejarah pertempuran (10 November 1945) mempertahankan keberadaan Indonesia yang telah diproklamirkan pada tgl. 17 Agustus 1945, yaitu Bung Tomo.
Bung Tomo menulis buku ini tidak untuk menonjolkan dirinya sebagai pahlawan (bab terakhir, Kumandang, halaman 113), bahkan gambarnya sendiri yang dimuat adalah gambar yang 'hanya' menggunakan celana pendek, tidak ada gambar atau cerita yang yang memperlihatkan kepahlawannya.
Dia hanya ingin menceritakan bagaimana suasana perlawanan dan pengorbanan ribuan orang bangsa Indonesia sedang mempertahankan keberadaan Indonesia.
Bagaimana tersinggung dan marahnya bangsa Indonesia ketika diultimatum pihak Sekutu (termasuk Belanda/NICA), bahwa sebelum tgl. 09 November 1945, pk. 18.00, 'para pembrontak bangsa Indonesia dan seluruh pemimpinnya, harus sudah menyerahkan diri tanpa syarat, mengangkat tangan keatas sambil membawa bendera putih dan juga harus menyerahkan seluruh senjata yang ada termasuk pisau, pedang, keris, bambu runcing dll' (halaman 104 - 105).
Bung Tomo mencurahkan perasaannya setelah melihat gambarnya (bung Tomo) dipajang di beberapa surat kabar, saat peringatan Hari Pahlawan th. 1951. Dia merasa bahwa jasanya tidak apa-apanya dibandingkan dengan keikhlasan beribu-ribu saudara yang telah tewas binasa mempertahan Negara Indonesia. Silahkan 'klik' gambar atas agar lebih jelas bacanya (halaman 113).
Seluruh pemuda Indonesia ikut berjuang, jadi bukan rakyat Surabaya saja (gambar atas). Termasuk Kyai dan Alim Ulama juga berjuang (gambar bawah)
Tidak kalah dengan tentara Kamikaze Jepang, anak muda kita juga berani mati, jibaku, mati hangus bersama senjatanya (gambar bawah).
Merasa dilecehkan oleh pihak Sekutu (termasuk Belanda/NICA), maka masyarakat Surabaya sangat marah dan ingin segera bertempur melawan pihak-pihak yang ingin memperbudak mereka lagi.
Saking semangatnya, rakyat yang belum pernah mempergunakan senjata dan alat perang lainnya, tetap ikut menyerbu penjara yang menjadi perlindungan pasukan Ghurka (pihak Sekutu), maka terjadilah kejadian yang lucu, Ceritanya, silahkan 'klik' dan baca gambar dibawah ini.
Hari itu (10 November 1945), rakyat lupa segalanya, yang diingat hanyalah 'Negara Proklamasi 17 Agustus 1945 Indonesia, dalam bahaya.
Silahkan baca gambar dibawah ini, halaman terakhir kisah 10 November oleh Bung Tomo atau Sutomo (halaman 111).
Sekutu menganggap pertempuran segera dimenangkan dan pihak Indonesia menyerah, ternyata setelah bertempur 3 minggu dengan 30.000 pasukan, tank, pesawat dan kapal perang, sekutu hanya berhasil menguasai Surabaya, tapi perlawanan bangsa Indonesia masih berlanjut.
Rasanya 'rare book' ingin mengunggah lengkap isi buku ini agar pembaca merasakan betapa semangat berjuang dan berkoban untuk negara sangat tinggi. Itulah semangat 'bela negara'.
Untuk jaman sekarang, bukan ancaman fisik, tapi ancaman yang menggerus rasa nasionalisme bangsa Indonesia, mementingkan golongan sendiri, korupsi, melupakan Pancasila dll.
Mau melawan? Yang paling sederhana adalah : walaupun sedikit beda harga, kita menggunakan produk dalam negri, jangan gunakan produk import, apalagi kalau yang diimport tenaga kerja. Waduh ...
Maaf, 'rare book' tidak bermaksud menggurui.
Buku ini berukuran 13.5 x 18 cm, 116 halaman, diterbitkan oleh 'Usaha Penerbitan BALAPAN, Djakarta (ejaan lama) th. 1951.
buku ini dijual mas?
BalasHapusTerima kasih sudah berkunjung, tapi maaf buku2nya masih dikoleksi sendiri.
HapusMaaf pak, kalau barter dgn buku pramoedya minat pak?
BalasHapusMaaf, sebagian buku pram cetakan lama sudah ada, kalau yang cetakan baru, saya tidak berminat.
BalasHapus