Selasa, 27 Oktober 2020

Wabah - Pandemi seribu tahun yang lalu.

 Ketika sedang membuka koleksi kliping-kliping 'GeoFact'dari harian/mingguan KOMPAS terbitan beberapa tahun yang lalu, kebetulan menemukan kliping mengenai wabah pandemi serta korbannya selama seribu tahun terakhir (th. 1994), saat 'GeoFact' diterbitkan, berjudul 'Apakah Maut Hitam itu?' (gambar bawah).

Kliping tersebut seolah-olah menyambungkan kisah Pandemi berabad-abad yang lalu dengan Pandemi saat ini, yaitu wabah Corona Covid 19. Bedanya, penanganan Covid 19 lebih baik; dan semoga pembuatan vaksin Covid 19 segera siap dan bisa digunakan untuk menahan penularan wabah Covid 19 tersebut. Amin.

Agar lebih jelas untuk dilihat dan dibaca, maka gamba diatas dibelah menjadi 4 (bawah).
Nah, bagi yang ingin tahu kisah pandemi seribu tahun yang lalu, silahkan baca 'GeoFact' diatas dan bila ingin lebih detail, silahkan baca di Google.


Kamis, 01 Oktober 2020

Almanak Waspada 1955

Sebetulnya buku yang diunggah ini belum tua benar karena saat buku ini diunggah baru berumur 65 tahun, tetapi buku ini menarik karena mewakili jamannya, susunan bahasanya, ejaannya maupun isinya, sesuai pada jamannya, berisi pengetahuan yang sesuai dengan yang diinginkan masyarakat pada saat itu. Buku ini berbahasa Jawa, berjudul :

 ALMENAK "W A S P A D A" 1955.

Almenak atau Almanak adalah buku yang berisi penanggalan, pengetahuan dan tulisan lainnya yang dianggap perlu untuk diketahui atau dibutuhkan masyarakat umumnya, biasanya terbit tiap tahun.

Kebetulan pada kuartal akhir th.1955 akan dilaksanakan Pemilihan Umum pertama di Indonesia, maka Almenak Waspada 1955 menampilkan gambar lambang partai yang sudah resmi bakal mengikuti Pemilu tersebut. 
Dibawa ini gambar lambang partai-partai peserta pemilu.

Konsisten menggunakan bahasa Jawa, maka pidato Presiden pun diterjemakan ke bahasa Jawa. 

Minggu, 17 Mei 2020

Bepergian Ke Riau th. 1918.

Dibawah ini, diunggah sebuah 'buku langka' berisi catatan perjalanan ke Riau pada th.1918, yaitu 27 tahun sebelum kemerdekaan Indonesia dan diterbitkan  oleh Bale-Poestaka pada th. 1921
 Buku itu menggunakan aksara Jawa dan bahasa Jawa halus (krama madya) sebagai bahasa pengantar, berjudul :
'Kekesahan Dhateng Riyo'
Anggitanipun
Raden Sasrasoeganda

Oleh penulisnya, yang dimaksud bepergian (kekesahan) ke Riyo adalah pulau Bintan dimana terletak kota Tanjungpinang dan ke pulau-pulau sekitarnya. Hal tersebut bisa dimengerti bahwa pada saat itu negara Republik Indonesia belum lahir.

Raden Sasrasoeganda (gambar atas), hampir 30 tahun sebagai Guru bahasa Melayu di 'Kweeschool for Inlandsche Teachers' di Jogyakarta, merasa jenuh, maka dia mengajukan cuti selama 6 bulan dengan alasan akan memperdalam bahasa Melayu dengan berkunjung ke Riau, menggunakan bahasa Melayu ditanah Melayu. 
Sebagai tambahan, bahwa pada th. 1918, bahasa Melayu di tanah Melayu agak berbeda dengan bahasa Melayu yang di pulau Jawa. Maka oleh pemerintah (Belanda), permohonan cuti R. Sasrasuganda dikabulkan.

Tiga gambar dibawah ini adalah foto Rumah Residen, Kelentheng dan Pecinan di Riau.

Karena waktu cutinya 6 bulan maka selain ke Tanjungpinang, juga sempat melakukan perjalanan ke Singapura, dilanjutkan ke Johor, ke pulau Penyengat dll.
Dua gambar dibawah ini foto keadaan Singapura, jalan besar Raffles (kiri) sedang disebelahnya adalah museum dan perpustakaan Raffles.
Menghadap Raja Haji Abdoellah di pulau Penyengat (bawah).

Dari buku langka ini ada dua hal yang tidak biasa, yaitu :
- bisa mendapatkan cuti selama 6 bulan.
- dalam buku ini sebuah kata yang agak 'lucu' karena tidak umum pada jaman sekarang, kata itu adalah "malajeng".  Awalnya dikira maksudnya adalah 'lari', karena lari dalam bahasa Jawa biasa adalah mlayu sedang bahasa halusnya adalah 'mlajeng'. Jadi bahasa Melayu dihaluskan diubah menjadi 'basa Melajeng', gambar bawah. 
Dibawah ini potong atas halaman 140.
Terbaca : 
140
Bab XXIX
Tembung Malajeng Ing Riyo
(Kata Melayu di Riyo)

Minggu, 22 Maret 2020

Serat Wicara Sandi

Sudah lama 'buku langka' tidak mengunggah apapun, bersyukur kali ini bisa diunggah sebuah buku langka berjudul : 
'Serat Wicara Sandi'
( Buku tentang bahasa sandi).
Memang buku ini belum terlalu tua, terbit tahun 1931, menggunakan bahasa dan aksara Jawa, tetapi yang menarik adalah isinya, yaitu mengenai 'bahasa sandi', yaitu bahasa yang digunakan anak-anak muda tahun 1930an, 90 tahun yang lalu atau sebelumnya.
Gambar atas adalah cover depan 'Serat Wicara Sandi', sedang gambar dibawah ini adala 2 diantara 6 halaman Purwaka atau Pembukaan, yaitu halaman pertama (kiri) dan halaman keenam (kanan).
Menurut isi 'Purwaka', banyak masyarakat kalangan atas pada jamannya berkomunikasi menggunakan bahasa Belanda atau Inggris, sehingga masyarakat lainnya tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh para kalangan atas.
 Anak-anak muda yang tidak mengerti bahasa asing 'penasaran', maka mereka membuat 'bahasa sandi'  yang digunakan oleh golongannya sendiri agar golongan lain juga tidak mengerti pembicaraan  mereka. Selanjutnya ada kelompok-kelompok lain yang membuat 'bahasa sandi' yang berbeda-beda, digunakan untuk kelompok mereka sendiri.
Menurut penulis buku ini minimal ada 6 macam 'bahasa sandi' yang bisa dirumuskan, yaitu :
1. Panambang tina, 2. Garba sastra, 3. Ater-ater Su, 4. Bali swara, 5. Lambang sastra, 6. Caraka balik.

Dua buah gambar di bawah ini adalah rumusan 'wicara sandi 1' (kiri) dan rumusan 'wicara sandi 6'.

Gambar kiri atas adalah gambar cover belakang, sedang gambar sebelah kanan atas adalah transliterasi kebahasa sandi dan kanan bawah transliterasi ke kalimat yang sebenarnya, sebagai berikut :
  "Lir kasmaran ing wanodya, myang kesengsem, ing sarwa di, ing rehing gupita, manuhara met, malad sih, tansah pating kalesik, gerenengan swaranipun, pan kepyan gung rinasa, raras, rum, mangrurum, manis. kamanungsan : konus sanis karanira".

Buku 'Wicara Sandi' setebal 38 halaman, soft cover ini dikarang oleh Mas Tanaya di Surabaya, diterbitkan oleh Penerbit dan Pedagang buku "Stoomdrukkerij De BLIKSEM", di Solo, th.1931.

Senin, 06 Januari 2020

Kebenaran Nabi Moehammad menurut Bijbel

Kembali kami mengunggah buku yang termasuk langka ini sebagai tambahan pengetahuan atau wawasan. Namun karena buku ini berhubungan dengan agama, kami khawatir ada pihak yang tersinggung, apalagi kami tidak ahli agama, maka kami hanya mengunggah mengenai bukunya saja, yaitu buku yang berjudul :
'KEBENARAN NABI MOEHAMMAD s.a.w. 
MENURUT BIJBEL'
Pada gambar kulit depan dibawah ini bisa terbaca sebagian dari keterangan buku ini, penulisnya, penerbitnya, maupun kapan diterbitkannya.
 
Buku ini menggunakan bahasa Melayu/Indonesia tahun 1938, ejaan Van Ophuijsen, jadi tidak mudah bagi generasi jaman sekarang untuk membacanya. 

Selasa, 12 November 2019

Intermezzo, Keris Madura Sepuh.

Intermezzo kali ini mengunggah sebuah keris tangguh Madura Sepuh, diperkirakan abad XIV, lengkap dengan gagang dan warangkanya (sarung), terbuat dari kayu cendana Jawa.
Keris sepuh (tua) , dengan pamor 'ngulit semangka' sebetulnya tidak langka, tetapi sengaja mencari sepasang gagang dan warangka model 'kongbukongan' Madura memang tidak mudah, apalagi model 'kongbukongan' yang 'bagus', diukir halus, detil dan mengandung makna walaupun yang mengerti maknanya sesungguhnya hanya pemilik awal dan pembuatnya. 
Jadi harus pesan khusus.


 Gambar bawah kanan dan kiri adalah keris dilihat dari dua belah sisi.
Pamor nya biasa disebut pamor 'ngulit semangka'.
Sedang gambar tengah adalah 'Surat Keterangan' dari Museum 'Pusaka Taman Mini Indonesia Indah', ditandatangani oleh ibu Sri Lestari, pendiri dan pemimpin pertama museum Pusaka TMII.

Gambar bawah adalah gambar warangka dan gagang keris, gambar kiri dilihat dari arah kiri keris dan  gambar kanan dilihat dari arah depan keris.


Pranatan Pasamuwanipun Kanjeng Ratu Hemas, Prameswari Sri Susuhunan Pakubuwana X, Surakarta.


"Pranatan lampah lampah pasamuwan tingallipun Prameswari Dalem Gusti Kangjeng Ratu Hemas, kaleres wiyossan tumbuk :32: tahun, benjing ing dinten Rebo Wage, tanggal kaping :12: wulan Rejep, ing tahun Be :1856: kaparengnging Karsa Dalem, sontennipun mawi pasamuwan dhine".

Kalimat diatas adalah transliterasi dari aksara Jawa, pada gambar atas, judul dari sebuah 'pranatan/tata cara/urut-urutan untuk pasamuwan (pertemuan pesta) peringatan hari lahir Gusti Kanjeng Ratu Hemas, permaisuri Sri Susuhunan Pakuwuwana X', Surakarta, diselenggarakan pada hari Rabu Wage, bulan Rajab, tahu Be 1856 atau 27 Januari 1926 M.

'Gambar-gambar dibawah ini adalah 6 halaman 'Pranatan' tersebut diatas.
Halaman 1 (kiri), berisi Judul dan tata cara membuku singepnya Raja, tata cara mengenai kehadiran serta tempat duduknya Raja di Pandhapa Sasana Sewaka, serta tata cara untuk barisan pengawal.
Halaman 2 (kanan), berisi tata cara menempatkan dan membunyikan gamelan, tata cara saat Raja duduk ditempatnya, cara mengatur duduk Raja dan tamu kehormatan saat dhine (diner).

Halaman 3 (kiri), berisi tata cara mengenai penyambutan kehadiran Kanjeng Tuan Residhen, tata cara menyediakan rokok cerutu, selanjutnya tarian yang dibawakan oleh putra dan cucu Raja.
Halaman 4 (kanan), berisi tata cara menyajikan minuman, makanan dan kepulangan Tuan Residhen. Bab 13 mengenai siapa saja diwajibkan menghadap memberi selamat serta jenis pakaian yang digunakan

Halaman 5 (kiri) meneruskan ketentuan bab 13, yaitu urutan pemberian hormat, yaitu masuk setelah Tuan Residhen selesai memberikan hormat. Demikian juga dengan para abdi dalem dan prajurit.
Halaman 6 (kanan) masih meneruskan tata cara penghormatan. 
Paling bawah ditulis keterangan, kapan rangkaian 'Pranatan' (tata cara) ini disahkan. Untuk lebih jelasnya silahkan lihat (klik) gambar dibawah ini.
"Kadhawuhaken ing dinten Senen, tanggal kaping 10 wulan Rejeb, tahu Be, 1856.
Diperintahkan pada hari Senin, tanggal 10 Rajab, tahun Be, 1895 (25 Januari 1926 M).

Mohon maaf bila terjadi kekeliruan atau ada yang tidak berkenan, pranatan upacara tersebut diatas diunggah untuk menambah wawasan pengunjung 'buku langka' mengenai salah satu budaya adiluhung keraton Surakarta.