Senin, 26 November 2012

Merek Geretan seabad yang lalu.

Bukan buku langka, tapi koleksi 'rare book' yang cukup langka, yaitu merek2 geretan tahun 1900 an. Buku ini didapat kira2 15 tahun yang lalu. Pernah diunggah juga di sini tapi kurang lengkap.


Merk geretan sebanyak 277 lembar, ditempel dalam sebuah buku oleh Cato van der Loon, di Pontianak tahun April 1918, tertulis pada cover depan (lihat gambar dibawah). Pada saat itu, dipedalaman di Jawa, masih banyak yang menghidupkan api menggunakan batu (batu thithikan) dan serutan kayu atau menggunakan peralatan tradisional lainnya. 


Beda dengan geretan kayu jaman sekarang yang terbuat dari karton, jaman dulu kotaknya dibuat dari kayu, mereknya ditempel di kotak kayu tersebut. Untuk melepaskan merek dari kotaknya tidak mudah, butuh kehati-hatian, agar gambarnya tetap utuh.
Umumnya geretan2nya buatan Sweden dan Jepang, walaupun ada dengan merek lokal, lihat gambar dibawah.

Gambar kiri, geretan merek 'Kosetan' bisa didapat di Reinh, Lange, Palembang. Bahkan diderah tertentu, geretan kayu biasa disebut 'kosetan'. Gambar kanan merek Ayam Jago, Kota Makssar, maksudnya Makasar.

 Gambar Wayang, sebelah kiri oleh E.M.Nathan Cheribon & Samarang, sedang sebelah kanan buatan Sweden.

Gambar sebelah kiri kerek Toko Abe Cheribon, Bandoeng-Semarang-Batavia. Gambar kanan gambar pistol bertiliskan huruf Rusia atau Eropa Timur, tapi kelihatannya lisensinya sama.

Yang dibawah ini sebelah kiri merk 'Sal-am' dibuat di Singapore & Java (Jawa), sebelah kanan gambar naga buatan Japan.

Sebelah kiri gambar monyet dan anak kecil, buatan Japan, sedang sebelah kanan gambar monyet naik sepeda buatan Batavia. Mungkin  atraksi 'Topeng Monyet' sudad ada dari jaman dulu di Batavia. 

Dibawah ini mungkin dibuat untuk menghormati pejabat. Sebelah kiri gambar Ratu Wilhelmina dibuat di Eindhoven, disebelah kanan gambar pejabat, sebagai Toeankoe Laras di Soengai Poear, tidak ada keterangan siapa pembuatnya.

Buku yang digunakan adalah buku tulis tidak bergaris buatan G. Kolff & Co. Batavia-Weltevreden, hard cover, marble, isi 70 lembar namun hanya terisi 24 lembar berisi 277 gambar merek geretan. 

Apakah koleksi ini cukup menarik ?, mudah2an.

Kamis, 01 November 2012

Centhini, tulis tangan, 1822/1893.

Setelah rare book menampilkan buku langka, beraksara Jawa ditulis tangan dengan indah dan rapi, maka kali ini rare book menampilkan buku langka, aksara jawa, tulis tangan tapi tulisannya seperti cacing, 'rare book' kesulitan untuk membaca buku langka ini. Namun demikian buku ini mewakili jamannya dan bisa digolongkan buku sastra jawa.
Buku langka ini berjudul "Serat Centhini 3" dalam bentuk tembang macapat (jenis lagu Jawa).
Bukunya berukuran 18 x 21 cm, 449 halaman, ditulis bolak balik, tintanya kadang tebal kadang tipis. Cover tebal sayangnya bagian depan bawah grepes digigit tikus (lihat gambar).

Disamping ini gambar halaman depan, terdapat judul keterangan mengenai isi buku langka ini : "Serat Centhini 3. Wiwit Seh Amongraga mulang Dewi Tambangraras, wonten ing Wanamarta hayasa griya inggal sapiturutipun, lajeng lelana tirakat, sawarnining redi redi utawi sawarnining guwa guwa, ngantos dumugi ing Kanigara ngadegaken paguron, anggelaraken ing ngelmu Karang".
Terlihat tulisannya dipertebal, mungkin oleh pemilik yang berikutnya, karena bagian bawah ada tulisan yang menerangkan bahwa buku ini dibeli oleh RM Panji Bratatanaya pada bulan Siyam 1847, :"Sampun kapundhut tumbas dening Raden Mas Panji Bratatanaya, kala Jumuwah, tanggal kaping :2 : Siyam : Dal :1847".


Disebelah adalah gambar halaman buku langka ini, terlihat tulisannya sulit untuk dibaca (kaya cacing), untuk lebih jelasnya, silahkan klik gambarnya.
Gambar berikutnya adalah gambar halaman akhir. 
Pada bagian bawah halaman akhir ini ada keterangan mengenai tahun selesainya buku ini ditulis, yaitu  bulan Besar tahun1822 atau Juni 1893, terbaca sbb. : "Rampunging panurun, nyarengi pamungkasipun Ingkang Sinuhun anggenipun sembahyang dateng masjid ageng, Jumuwah wage, tanggal kaping 8 wulan Besar tahun Je, mansa Karo, wuku Landep, angka 1822, utawi tanggal kaping 23 Juni 1893". Ada tanda tangan pemilik pertamanya tanpa ada namanya.
Walaupun tulisannya tidak jelas tapi setiap selesai satu tembang diberi hiasan ornamen cukup menarik, lihat gambar berikut.



Jadi pada jaman dulu, akhir abad XIX, belum ada mesin ketik apalagi mesin fotocopy, bila ada orang yang ingin memiliki buku tapi tidak ada yang jual maka dia harus menyalin atau menulis ulang buku tersebut.
Karena Centini merupakan buku berjilid banyak, jadi orang kadang hanya menurun bagian2 yang diperlukan, seperti pada buku ini, isinya mengenai pelajaran Seh Amongraga pada istrinya dan pelajaran Ilmu Karang.