Minggu, 30 Januari 2011

Madoera en zijn Vorstenhuis, 1936.



"Madoera en zijn Vorstenhuis" terbitan th. 1936, umurnya baru 75 tahun, namun bisa dikategorikan buku langka.
Isinya mengenai Dinasti/Raja2 di Madura, mulai dari :
Penembahan Lemahdoewoer (1531 - 1592),
Pangeran Tengah, Pangeran Mas,
Pangeran Tjakraningrat I - VIII terus sampai
R.A.A. Soerjonegoro sebagai Regent ke II (s/d 1918), diteruskan oleh
R.A.A. Tjakraningrat Regent ke III.Buku langka berukuran 20 x 28 cm 96 halaman tebal, ini diterbitkan sebagai Buku Kenangan bersamaan dengan 30 tahun Raden Adipati Arjo Tjakraningrat sebagai Regent van Bangkalan, dicetak dan diterbitkan oleh : Boekhandel G. kolff & Co.
Gambar kiri, Raden Adipati Arjo Tjakraningrat Regent van Bangkalan, kanan adalah Kolonel Pangeran Soerjoadiningrat.












Sebelah kiri, Pangeran Adipati Pakoeningrat. Kanan, Majoor Pangeran Prawironegoro.












Kiri, Pangeran Tjakraadiningrat, Regent I Bangkalan. Kanan, Raden Adipati Arjo Soerjonegoro, Regent II Bangkalan.












Kiri, Raden Adipati Arjo Satjaadiningrat, Regent Sampang dengan anaknya. Kanan, Silsilah dimulai dari Praboe Brawidjojo V.








Disamping adalah gambar Bataljon Barisan Bangkalan pada th. 1931.










i.gr. 10.00
*

Kamis, 27 Januari 2011

Hindia Belanda dalam Cerita dan Gambar, 1924.


Kali ini 'mmzrarebooks' menampilkan sebuah buku langka, walaupun umurnya 86 tahun tapi bukunya relatif masih mulus, belum pernah ada perbaikan atau tempelan lainnya.
Buku berjudul "Indie In Woord En Beeld" berukuran 27.5 x 37.5 cm, 176 halaman ini termasuk buku langka, diterbitkan oleh L.F. van Gent, W.A. Penard dan Dr. D. Rinkes dalam dua bahasa, Belanda dan Inggris.
Seratusan gambar ukuran besar keadaan Hindia Belanda (Indonesia) pada tahun 1920 an, memberikan gambaran keadaan Indonesia pada saat itu, termasuk lingkungan dan masyarakatnya, baik lingkungan Istana maupun masyarakat biasa.

Sengaja ditampilkan gambar2 yang tidak biasa dimuat dibuku lain, misalnya pabrik Pengolahan Opium (Candu), ternyata dari jaman dulu sudah ada Weltevreden (Jakarta), apakah ada hubungannya pabrik shabu jaman sekarang?
Ada juga gambar Pompa Bensin jaman dulu, yang 'seru' adalah bentuk Mobil Tangki untuk pengiriman bahan bakar.
Berikut gambar lukisan keadaan pelabuhan Ternate dan pelabuhan Banten sekitar tahun 1600 an.





Berikutnya gedung 'St. Vincentius' di Kramat, sekarang menjadi sekolah Katolik St. Vincentius. Sedang disebelahnya murid sekolah Muhammadiyah di Jogjakarta, pada tgl. 9 Feb 1922.
Gambar dibawah in adalah situasi pompa bahan bakar tempo dulu, perhatikan bentuk mobil tangkinya. Disebelah kanan adalah pabrik Opium (candu) di Weltevreden.







Berikutnya gambar Stasiun Tawang di Semarang, sekarang masih dipergunakan namun setiap hari kebanjiran. Sedang gambar disebelahnya, dulunya tempat tinggal 'Gouverneur-Generaal van der Parra, pernah digunakan sebagai Rumahsakit militer, tapi sekarang sudah tidak ada, letaknya kira2 diseberang gang Kenanga.



















Diatas adalah gambar gedung the Department of Goverment Enteprise, termasuk membawahi Post, Telegrap dan Telepone, sekarang terkenal dengan sebutan Gedung Sate, Bandung.

Dibawahnya gambar keluarga Minang dengan Rumah Gadang nya.
Sedang disamping adalah gambar cover belakang buku langka 'Indie in Woord en Beeld'.

i.gr. 04.00*

Selasa, 04 Januari 2011

Jakarta Tempo Doeloe (awal th. 1900 an), IV.

Kali ini 'mmzrarebooks' memilih menampilkan gambar2 foto Jakarta Tempo Doeloe, awal th. 1900 an, bukan diambil dari buku langka.

Agar bisa lebih 'dinikmati', saya tampilkan juga foto terkini (1 Januari 2011), sebagai pembanding.


Berikut adalah gambar 'foto Pasar Baroe' dari arah Selatan, terlihat bentuk bangunannya dipengaruhi gaya China.
Hampir seabad kemudian, pada foto Pasar Baroe masa kini, terlihat bentuk bangunan yang paling depan masih bertahan, bahkan bangunan bertingkat tinggi disebalah kiri belakang masih kokoh berdiri.
Namun sayang didepan, dibangun pintu gerbang tembok tinggi, kesannya seperti pintu gerbang benteng jaman dulu.



























Gambar berikut adalah foto 'Noordwiyk', dilihat dari arah Pintu Air, jaman sekarang namanya Jln. Ir. H. Juanda.
Sebelah kiri tampak sungainya dipagar, ada putaran jalan untuk balik arah, sekarang sudah ditutup karena ada bangunan shelter bushway. Disebelah kanan ada tikungan, sekarang namanya jln. Ir. H. Juanda I.
Dibawahnya foto Noordwijk/Ir. H. Juanda nyaris seabad kemudian, beda banget memang.

























Sengaja saya memotret obyeknya pada 1 Januari 2011, dimana jalanan sepi.

Pada hari biasa maka obyek dan lingkungan yang ingin ditampilkan penuh dengan kendaraan dan orang lalulalang sehingga sulit untuk mendapatkan gambar yang sesuai yang diinginkan.

i.gr. 02.00

Senin, 03 Januari 2011

Djakarta Tempo Doeloe (awal th. 1900 an), III.

Kali ini 'mmzrarebook' memilih menampilkan gambar2 foto Jakarta Tempo Doeloe, awal sekali th. 1900 an, dan bukan diambil dari buku langka.




Agar bisa 'dinikmati', saya tampilkan juga foto terkini (1 Januari 2011), sebagai pembanding.


Foto Gereja Bethel di Mester Jatinegara hampir 100 tahun yang lalu dan dibawahnya foto Gereja saat ini, 1 Januari 2011. bangunannya masih mirip, lingkungannya yang berbeda jauh, diantaranya ada shelter bushway di depan gereja.



















Foto berikut adalah Jembatan Kereta Api di Mester, Jatinegara, dilihat kearah Matraman. Bandingkan dengan jembatan tersebut pada masa kini, hampir seabad yang lalu, panjang jembatan sudah disesuaikan dengan jalan dibawahnya. Jalannya sudah dibagi menjadi dua bahkan ada bushway. Beda banget.













Sengaja saya memotret obyeknya, pada 1 Januari 2011, dimana jalanan relatif sepi.

Pada hari biasa maka obyek dan lingkungan yang ingin ditampilkan penuh dengan kedaraan dan orang lalulalang sehingga gambar yang kita inginkan sulit didapat.

i.gr. 02.00

Jakarta Tempo Doeloe (awal th. 1900 an), II.

Kali ini 'mmzrarebooks' memilih manampilkan gambar foto Jakarta Tempo Doeloe, awal th. 1900 an, bukan dari buku langka.

Agar bisa lebih 'dinikmati', saya tampilkan juga foto terkini (1 Januari 2011), sebagai pembanding.

Dibawah ini gambar foto 'Pasar Glodok' jaman dulu dan Pasar Glodok saat ini, setelah nyaris 100 tahun kemudian. Kalau nggak ada tulisan dibawahnya pasti kita nggak tahu dimana, karena pasar Glodok seabad yang lalu seperti pasar tradisional, sekarang menjadi Pasar Bertingkat Banyak (Glodok Building). Bentuk bangunan sebelah kanan masih mirip.







Berikutnya gambar foto 'Kali ditengah Molenvliet' sekarang jalan Gajah Mada dan Hayam Wuruk. Bentuk kalinya tidak berubah, bangunan dan pohon yang berbeda jauh, maklum abadnya berbeda.














Sengaja saya memotret obyeknya, pada 1 januari 2011, dimana jalanan relatif sepi. Pada hari biasa, obyek dan lingkungan yang ingin ditampilkan penuh dengan kendaraan dan orang lalu lalang sehingga sulit mendapatkan gambar yang sesuai dengan yang kita inginkan.

i.gr. 02.00*

Jakarta Tempo Doeloe (awal th.1900 an), I.

Kali ini 'mmzrarebooks' menampilkan gambar2 foto Djakarta Tempo Doeloe, awal sekali th. 1900 an dan bukan dari buku langka atau majalah lainnya.


Agar bisa lebih 'dinikmati', saya tampilkan juga foto terkini (1 Januari 2011), sebagai pembanding.

Foto Gedung Kesenian Jaman dulu, terlihat halamannya masih luas dan Gedung Kesenian sekarang, halamannya sempit dipagar, seberangnya persis dibangun shelter bushway, jadi agak sulit mendapatkan sudut pengambilan seperti yang kita inginkan. Bangunan tidak banyak berubah, hanya lingkungannya beda banget, kira2 beda seabad lah





















Gambar berikutnya adalah Foto Kantor Pos Jaman Dulu dan Sekarang. Bangunannya tidak jauh beda walaupun beda usia hampir seabad. Kalau tidak keliru gedung tersebut menjadi Pusat Filateli, sedang Kantor Pos yang baru pindah ke gedung besar modern kira letaknya dibelakang gedung lama tersebut.







Sengaja saya memotret obyeknya, pada 1 januari 2011, dimana jalanan relatif sepi.
Pada hari biasa maka obyek dan lingkungan yang ingin ditampilkan penuh dengan kendaraan dan orang lalu lalang sehingga sulit untuk mendapatkan gambar yang sesuai dengan yang kita inginkan.











i.gr. 02.00

Jumat, 05 November 2010

Gempa dan Tsunami th 1674 di Amboina.


Sehubungan dengan keadaan Indonesia yang sedang mengalami musibah gempa, tsunami dan gunung Merapi meletus, maka 'rare books' menampilkan judul diatas.
"Saya akan menceritakan secara umum bahwa angkara Bumi di pulau Honimoa (Pulau Saparua).
Pada tgl. 13, 14, 15, 16 dan 17 Oktober 1671, Gubernur Corp berada dilaut dengan Armada Kora-Kora melakukan ekspedisi Hongi. Armada terdiri dari 56 kora-kora dengan 2 kapal dan sekoci.
Sore hari kami berada didesa Rharhakit di pantai Seram, tiba2 terperangkap badai ganas dengan petir yg. menakutkan.
Sore hari, bumi mulai berguncang di Honimoa, meruntuhkan benteng Velsen, memecahkan gunung2 dan menelan batu2 karang. Banyak orang, ternak dan pohon hilang, diperkirakan 200 orang hilang.
Pada awal 1674, kemurkaan Tuhan mulai di Ternate dengan getaran2 dan gempa serta pengangkatan tanah, sedang gunung Gamgonora (dipilau Halmahera) yang besar meletus, segala sesuatu disekitarnya, manusia dan segalanya ambruk dan hilang.
Sejumlah besar ikan dari kedalaman tak terduga dihempaskan jauh kehutan-hutan.
Pemandangan mengenaskan ini menghantam Ambon pada tgl. 17 Februari 1674, Sabtu sore, ketika diadakan kebaktian do'a. Cuaca cerah dan terang bulan, Cina sedang bersenang merayakan Tahun Baru.
Tiba2 bumi naik turun dengan keras, membunuh dan menguburkan orang2 yg. sedang pesta dibawah puing-puing rumah batu yg. tiba2 ambruk.
Di Hitu bahkan lebih menakutkan lagi. Kelihatan air terkumpul di tempat tanah yang ambruk, seperti menara di atas bukit, menantang gunung2 sekalipun. Kemudian air itu menyapu bersih segalanya, menengelamkan 2000 orang dan menghisap pohon dan segala sesuatu ke perut bumi.
Daerah2 berbukit di Lebalehu dan Semalu yang terletak lebih tinggi, musnah dalam waktu kurang dari 15 menit, meninggalkan lubang tanpa dasar . Diperkirakan 2465 orang mati.
Demikianlah saya lolos hanya dengan dengkul kanan yang cedera. Demam melanda seluruh Ambon termasuk saya. Demam menyerang tiba-tiba suatu Minggu pagi.
Akan tetapi Tuhan Yang Maha Kuasa melepaskan saya dari segala sesuatu dan pada 17 Oktober saya tiba disini di Batavia".


Cuplikan kisah diatas adalah sebuah penutup (epilog) yang saya kutip dari buku yang berjudul "Waerachtigh Verhaeel van de Schricklijke Aardbevinge, Nu onlanghs eenigen tyd herwerts, ende voor naemntlijck op den 17, February des Jaers 1674. voorgevallen, In/en ontrent de Eylanden van Amboina." Buku ini diterbitkan berdasarkan laporan G.E. Rhumpius (laporan selesai ditulis pada th. 1675) pada th. 1998, selain teks aslinya juga ditulis ulang dan diterjemahkan dalam 3 bahasa : Belanda, Inggris dan Indonesia (kerena terjadi di Indonesia).Gambar2 yang rare books tampilkan adalah gambar buku langka yang disebutkan diatas.




Sebetulnya gempa dimulai pada bulan Oktober 1671, benteng Hollandia di Sirri-sori hancur, gunung2 runtuh, tanah retak2 sedalam pohon kelapa. Bumi tidak pernah benar2 berhenti.
12 Juli 1673 bumi bergetar keras, suara gemuruh aaneh menakutkan disertai ledakan petir tajam mendesis menghantam pohon dan kastil. Angin berubah-ubah arah sehingga kapal layar sulit dikendalikan.
Namun sehebat-hebatnya dan menakutkan gempa yang sudah terjadi, belum seberapa dibandingkan dengan kejadian 17 Februari 1674, Sabtu sore sekitar pk. 19.30. di Leytimor, Hitu, Nusatelo, Seram, Buro, Manipa, Amblau, Kelang, Bonoa, Honimoa, Nusa Laut dan sekitarnya diguncang gempa dahsyat, orang sedang merayakan Hari Raya bejatuhan tumpang tindih karena tanah naik turun seperti gelombang laut. Bangunan tinggi ambruk tinggal puing2 saja, menewaskan 79 orang termasuk Istri dan Anak Perempuan G.E. Rumphius si Pembuat Laporan ini.

Gempa yang sama juga dialami pulau lain disekitarnya (misalnya di Thiel, Seram Kecil atau Hoamohel, Oma Honimoha, Nusa Laut dan Paso Baguala).
Gelombang pertama datang dengan tenang, gelombang kedua menghancurkan segala sesuatu termasuk kapal, perahu dan lainnya. Gelombang ketiga menghanyutkan/membersihkan puing2 sehingga tidak ada bekasnya seperti selaseai disapu.


Buku langka tersebut berukuran 14.5 x 21.5 cm, 79 halaman, diterbitkan kembali oleh W. Buijze, diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Theresia Slamet dengan judul "Kisah Nyata tentang Gempa Bumi Yang Dahsyat, yang terjadi beberapa waktu yang lalu dan sebelum itu, tetapi yang terutama pada tanggal 17 Februari tahun 1674 di pulau-pulau Amboina dan sekitarnya".

i.gr. 02.00