Sekitar th. 2000 an, teman saya menunjukan hasil karya'non keris'-nya, berbentuk pisau belati model 'bowie',
namun cara pembuatannya mirip dengan cara menempa keris, sehingga pada bilah nya timbul 2 macam 'pamor' yaitu pamor 'beras wutah' pada bagian kiri-kanan bilah dan pamor 'untu walang' pada bagian tajamnya.
Gambar pisau dalam sarungnya.
Gambar dilihat dari kanan.
Gambar dilihat dari kiri.
Gambar pamor.
Saya terkagum-kagum, saya melihat sebuah karya seni nan indah, sebuah keserasian bentuk abad XX an, dikerjakan dengan tehnologi ratusan tahun yang lalu; hasilnya sebuah pisau belati model 'bowie' dihiasi 'pamor', gagangnya dibuat dari kayu berserat 'ulir', perlengkapan gagang dibuat dari kuningan, dikerjakan sangat teliti dan serasi.
Saya terkagum-kagum, saya melihat sebuah karya seni nan indah, sebuah keserasian bentuk abad XX an, dikerjakan dengan tehnologi ratusan tahun yang lalu; hasilnya sebuah pisau belati model 'bowie' dihiasi 'pamor', gagangnya dibuat dari kayu berserat 'ulir', perlengkapan gagang dibuat dari kuningan, dikerjakan sangat teliti dan serasi.
Bilah tajam sepanjang 19 cm (gambar atas), bila dilihat dari atas maka terlihat banyak sekali lipatan hasil tempaan. Untuk lebih jelasnya, silahkan 'klik' gambar-gambarnya.
Ketika ditanya "Apakah mau menyimpan hasil karyanya?". Tidak bicara apa-apa, saya langsung mengangguk tanda 'mau' (banget).
Kepada teman saya seorang seniman kulit, saya minta dibuatkan sarung yang sesuai, agar tetap terlihat indah walaupun pisaunya berada dalam sarungnya.
Pembuat pisau belati tersebut adalah teman saya, yaitu
'mas' Basuki Teguh Yuwono,
seorang empu keris dengan latar belakang peneliti dan ilmuwan, dia seorang staf pengajar Program Studi Keris Institut Seni Indonesia Solo, ia menggabungkan nilai keilmuan dengan nilai tradisi perkerisan.
Pria yang dikenal rendah hati dan murah senyum itu juga memiliki Padepokan sekaligus Museum Keris dan Fosil, 'Brojobuwono', di Wonosari, Karanganyar.