Sabtu, 25 Januari 2014

Manuscript, Serat Suluk, tulis tangan,1881.

'Suluk' diartikan sebagai jalan spiritual menuju Allah, juga mencakup keinginan untuk mengenal diri, memahami arti kehidupan, mencari kebenaran sejati. Menjalankan dengan melakukan syariat lahiriah sekaligus syariat batiniah.
Dibawah ini diunggah buku langka, sebuah manuskrip berjudul 'Serat Suluk', seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini, dalam dua halaman tertera judul buku ini (kanan) serta riwayat kepemilikannya dari th. 1881 sampai 1934, Sudah 20 tahunan buku langka ini dirawat 'rare book'. Sayang nama penulis dan kapan ditulis tidak ditemukan.
Diatas adalah gambar hardcover dari kulit lembu, dibawah gambar halaman 46 dan 47.

Diatas gambar dari hal. 38, tembang yang ke 11, pupuh 'Sinom', bunyinya : "Sang Maha Pandhita ngandika, ana pawestri utami, tuwekal ngibadahira, sinambi curaki ngelmi, ingkang den kaweruhi, niyat sunat lawan perlu wajibe ing ngagesang, miwah sipate Hyang Widi, lawan Islam Tokit lan Makripat".

Gambar atas dari hal. 105, tembang 31, pupuh 'Smaradana', bunyinya : "Salat Luhur kang winarni, marmane patang rekangat, duk sira dinadeake, tangan suku karo pisan, den ta salat Ngasar, papat rekangate iku kadadening serira nira".

Gambar atas dari hal. 109, tembang 32, pupuh 'Gambuh', "Yen wus paningalmu, jroning cipta ing ngalam laut, pesthi ana wangsit ting hyang prayogi . . . dst"

Diatas gambar terawang kertas yang digunakan.
Dibawah ini gambar 4 halaman akhir yang ditempel dengan potongan majalah atau surat kabar, berisi 'Suluk Manikmaya'
Sebuah manuskrip langka, buku langka 167 halaman, hardcover dari kulit di embos corak hias Jawa, ditulis tangan menggunakan aksara Jawa, dalam bentuk tembang Jawa jenis 'macapat'.

Kamis, 16 Januari 2014

Tenggelamnya Kapal 'Van Der Wijck'.


Karena saat ini sedang ramainya dibicarakan orang, termasuk di media masa, film yang dibuat berdasarkan novel ini juga sedang diputar di bioskop, maka kali ini 'rare book' latah, ikut-ikutan mengunggah buku sastra monumental, berjudul "Tenggelamnya Kapal Van der Wijck" karya HAMKA (Haji Abdul Malik Karim Amrullah), selain sastrawan beliau juga ulama besar, menjabat Ketua Majelis Ulama Indonesia yang pertama. 
Yang diutarakan disini bukan isinya tapi 'kisah mengenai novel' Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck.
Cerita "Tenggelamnya Kapal Van der Wijck" ini pertama kalinya dimuat dalam majalah Pedoman Masyarakat di Medan pada tahun 1938 sebagai cerita bersambung. Terbitan I & II oleh Penerbit M. Syarkawi, mulai 1951 diterbitkan oleh Balai Pustaka, penerbitan th 1961-1962 oleh Penerbit Nusantara, penerbitan selanjutnya oleh Bintang Bulan. 
Kritikus sastra Indonesia menganggap Van Der Wijck sebagai karya terbaik Hamka.


Gambar kiri adalah cover depan terbitan th. 1951, sedang gambar kanan adalah gambar poster film 'Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck'.
Hamka yang tokoh Islam, pernah dituduh oleh seorang sastrawan terkenal yang bergabung dengan organisasi kesenian sayap kiri, bahwa Van der Wijck adalah plagiat dari sebuah novel luar negri. Mungkin ada unsur politiknya.
Beberapa kritikus melihat adanya kesamaan alur cerita maupun tehnik penceritaanya, namun 'Paus' sastra Indonesia, H.B. Jassin berpedapat tidaklah mungkin hasil plagiasi, sebab cara Hamka mendeskripsikan tempat itu sangat mendalam dan sama dengan gaya bahasa dalam tulisan-tulisan Hamka sebelumnya. Jassin juga menegaskan bahwa novel Van der Wijck membahas masalah Adat Minang, yang tidak mungkin ditemukan dalam karya sastra luar. 
A. Teeuw, ahli sastra Indonesia keturunan Belanda berpendapat bahwa 'Tenggelamnya Kapal Van der Wijck' mempunyai tema yang murni dari Indonesia (diambil dari Wikipedia bahasa Indonesia).

"Kroniek der Zuider en Oosterafdeeling van Borneo, 1936.

Memperhatikan berita kebakaran kampus Perguruan Tinggi Negri baru-baru ini, sungguh memprihatinkan, buku-buku koleksi perpustakaan tersebut ikut dilahap api.
Api memang salah satu musuh utama buku, dengan cepat dan terlihat nyata melahap buku.
Musuh utama lainnya yang menyerang buku dengan tenang aman dalam keheningan adalah rayap dan kutu buku. Rayap dan kutu buku bisa menyerang, biasanya karena cara penyimpan buku kurang baik
Yang diunggah 'rare book' kali ini adalah contoh sebuah buku langka yang nyaris habis dimakan kutu, banyak lubang tembus sampai kebelakang, disudut-sudut hardcover kalau dipegang terasa lembek/kosong karena lapisan dalam karton habis dimakan kutu.
Buku ini didapat dari sebuah lapak kertas/buku bekas kira 2 bulan yang lalu, kalau telat sedikit buku ini bakal menjadi bubur, padahal buku ini sangat menarik, sesuai dengan judulnya "Kroniek der Zuider en Oosterafdeeling van Borneo" atau "Kronik Kalimantan bagian Selatan dan Timur". Bersyukur buku masih bisa 'dinikmati'.
Kronik adalah catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiaannya.

Tertulis pada halaman 3, dibawah ini bahwa pada abad ke V Masehi Koetai dibawah pengaruh Hindu langsung dari India. Hal tersebut tertulis di artefak yang diketemukan disebuah goa di Gunung Kombeng, Kota Bangun dan Muara Kaman.

Pada halaman 4, gambar berikut, diterangkan bahwa Adji Batara Agung Paduka Nirah sebagai raja II Kutai pada 1410 - 1450. 
Pada th. 1438 - 1460, Surja Anata sebagai raja pertama Bandjermasin, dia menikah dengan Poetri Djoendjoeng Boehi (menurut legenda, putri tersebut berasal dari air).

Menurut pendapat 'rare book', isi buku langka ini sangat menarik karena kita bisa mendapatkan keterangan yang sudah dirangkum dari 31 sumber (literatuur opgave).
Gambar dibawah ini adalah halaman awal mengenai 'kronik' para Sultan di Kerajaan Banjarmasin. mulai dari Sultan Anata pada th. 1438 - 1460 sampai dengan raja ke 17, Sultan Tachmid Lilah I pada th. 1778 - 1783.


Buku ini ditulis oleh Dr. J. Eisenberger, dengan ukuran 22.5 x 27.5 cm, tebal 130 halaman. Dicetak oleh Percetakan Liem Hwat Sing, Banjarmasin th. 1936.
Mungkin banyak peminat sejarah yang tidak bisa bahasa Belanda maka buku ini tidak banyak peminatnya, apalagi saat ini sudah banyak buku sejarah dalam bahasa Indonesia, maka buku ini tidak diperhatikan lagi. Ujungnya buku langka ini jatuh ke lapak kertas bekas, siap jadi bubur kertas.

Selasa, 14 Januari 2014

'SARINAH', karya Ir. Soekarno. Cetakan Pertama, 1947.

Yang ingin 'rare book' tampilkan disini adalah sebuah 'arti & nilai' dari 'buku cetakan pertama', bukan isinya. Banyak penggemar buku hanya memperhatikan isinya saja, tapi bagi kolektor buku, menyimpan buku terbitan pertama adalah sebuah 'kebanggaan'. Selain sudah jarang, buku tersebut mewakili jamannya, baik dari bahasa, ekonomi maupun kebijakan pemerintah dan keadaan masyarakat saat itu.
Dibawah ini 'rare book' menampilkan salah satu karya Bung Karno, Proklamator sekaligus Presiden I RI, sebuah buku berjudul "SARINAH" cetakan I, terbit pada th. 1947 yang sudah dikategorikan sebagai 'buku langka'.
Berharap pengunjung bisa 'menikmati' buku ini walaupun sebatas bahasa, ucapan dan ejaan yang digunakan pada masa buku tersebut diterbitkan. Untuk memperjelas, silahkan 'klik' gambarnya.


Buku 'Sarinah' cet. I ini menggunakan kertas tebal berkwalitas bagus, hardcover, sehingga ketebalan buku ini nyaris 3 kali ketebalan buku terbitan berikutnya
Judul 'Sarinah' dicetak dengan warna emas, sedang cetakan berikutnya berwarna putih dan merah (gambar bawah, dari kiri kekanan cover cet. I, cet. II dan cet. III)

Gambar dibawah ini menunjukan perbedaan yang terlihat di halaman awal, 
Cet. I, diterbitkan 'Oesaha Penerbitan Goentoer', Jogjakarta, 1947.
Cet. II, diterbitkan 'Jajasan Pembangunan Djakarta', 1951.
Cet. III, diterbitkan 'Panitja Penerbitan Buku Buku Karangan Presiden Sukarno', 1963.

Gambar gambar berikut ini menunjukan perbedaan layout, gaya bahasa maupun ejaan yang digunakan :
" . . , waktoe saja misih "orang interniran : Pada soeatoe hari, saja datang mertamoe . . ". 
" . . , waktu saja masih "orang interniran : Pada suatu hari, saja datang bertamu . . "
Kata-kata 'mertamoe' dan 'misih' bukan salah ketik, tapi contoh kata-kata yang lazim digunakan pada saat itu. Pada penerbitan berikutnya istilah tersebut sudah dirubah sesuai dengan jamannya.
Cetakan I menggunakan ejaan 'Van Ophuijsen' sedang cetakan berikutnya sampai cetakan III menggunakan 'ejaan Suwandi', cetakan berikutnya mungkin sudah menggunakan EYD.
Dari 'buku langka' yang diunggah 'rare book' kali ini, berharap para pengunjung bisa menikmati perbedaan gaya penulisan pada sekitar tahun kemerdekaan dan bisa membayangkan percakapan para intelektual jaman dulu.

Jumat, 10 Januari 2014

Serial 'Roman Lajar Putih' III.

Jaman sekarang banyak film bioskop yang dibuat berdasarkan sebuah buku cerita atau novel, yang sudah populer di masyarakat.
Yang diunggah 'rare book' kali ini adalah kebalikannya, buku saku serial 'Roman Lajar Putih' (baca Roman Layar Putih) adalah buku dimana isi ceritanya diambil dari cerita film asli Indonesia yang sudah diputar sebelumnya. Layar Putih adalah istilah untuk menyebut layar atau screen yang ada di gedung bioskop.
Yang diunggah  'rare book'  kali ini 3 buah judul sekaligus : ' Harta Karun',  ' Saputangan' dan  ' Terang Bulan'.

Film cerita "Harta Karun" dibintangi oleh artis yang tak mengenal jaman, dari usia muda sampai tua. Tetap berkarir terus di layar TV, diantaranya :  Abdul Hamid Arief, R. Ismail, Djauhari Effendy dll. Bahkan Usmar Ismail yang namanya diabadikan menjadi nama gedung Pusat Perfilman Nasional "Haji Usmar Ismail", terlibat dalam pembuatan film ini.

Film cerita "Saputangan", dibintangi artis yang terus populer dari muda sampai tua, dari jaman 'layar putih' sampai layar kaca, Netty Herawati, Darussalam, Ribut Rawit dll.

Begitu juga dengan film cerita "Terang Bulan", dalam iklannya disebutkan : 'dimainkan oleh pemain2 bangsa Indonesia jang pilihan' , juga pertama seluruhnya menggunakan bahasa Indonesia (lihat gambar iklan dibawah, silahkan klik untuk jelasnya).

Mengenai bioskop 'Orion', di Jakarta dulu lokasinya di daerah Glodok