Jumat, 05 November 2010

Gempa dan Tsunami th 1674 di Amboina.


Sehubungan dengan keadaan Indonesia yang sedang mengalami musibah gempa, tsunami dan gunung Merapi meletus, maka 'rare books' menampilkan judul diatas.
"Saya akan menceritakan secara umum bahwa angkara Bumi di pulau Honimoa (Pulau Saparua).
Pada tgl. 13, 14, 15, 16 dan 17 Oktober 1671, Gubernur Corp berada dilaut dengan Armada Kora-Kora melakukan ekspedisi Hongi. Armada terdiri dari 56 kora-kora dengan 2 kapal dan sekoci.
Sore hari kami berada didesa Rharhakit di pantai Seram, tiba2 terperangkap badai ganas dengan petir yg. menakutkan.
Sore hari, bumi mulai berguncang di Honimoa, meruntuhkan benteng Velsen, memecahkan gunung2 dan menelan batu2 karang. Banyak orang, ternak dan pohon hilang, diperkirakan 200 orang hilang.
Pada awal 1674, kemurkaan Tuhan mulai di Ternate dengan getaran2 dan gempa serta pengangkatan tanah, sedang gunung Gamgonora (dipilau Halmahera) yang besar meletus, segala sesuatu disekitarnya, manusia dan segalanya ambruk dan hilang.
Sejumlah besar ikan dari kedalaman tak terduga dihempaskan jauh kehutan-hutan.
Pemandangan mengenaskan ini menghantam Ambon pada tgl. 17 Februari 1674, Sabtu sore, ketika diadakan kebaktian do'a. Cuaca cerah dan terang bulan, Cina sedang bersenang merayakan Tahun Baru.
Tiba2 bumi naik turun dengan keras, membunuh dan menguburkan orang2 yg. sedang pesta dibawah puing-puing rumah batu yg. tiba2 ambruk.
Di Hitu bahkan lebih menakutkan lagi. Kelihatan air terkumpul di tempat tanah yang ambruk, seperti menara di atas bukit, menantang gunung2 sekalipun. Kemudian air itu menyapu bersih segalanya, menengelamkan 2000 orang dan menghisap pohon dan segala sesuatu ke perut bumi.
Daerah2 berbukit di Lebalehu dan Semalu yang terletak lebih tinggi, musnah dalam waktu kurang dari 15 menit, meninggalkan lubang tanpa dasar . Diperkirakan 2465 orang mati.
Demikianlah saya lolos hanya dengan dengkul kanan yang cedera. Demam melanda seluruh Ambon termasuk saya. Demam menyerang tiba-tiba suatu Minggu pagi.
Akan tetapi Tuhan Yang Maha Kuasa melepaskan saya dari segala sesuatu dan pada 17 Oktober saya tiba disini di Batavia".


Cuplikan kisah diatas adalah sebuah penutup (epilog) yang saya kutip dari buku yang berjudul "Waerachtigh Verhaeel van de Schricklijke Aardbevinge, Nu onlanghs eenigen tyd herwerts, ende voor naemntlijck op den 17, February des Jaers 1674. voorgevallen, In/en ontrent de Eylanden van Amboina." Buku ini diterbitkan berdasarkan laporan G.E. Rhumpius (laporan selesai ditulis pada th. 1675) pada th. 1998, selain teks aslinya juga ditulis ulang dan diterjemahkan dalam 3 bahasa : Belanda, Inggris dan Indonesia (kerena terjadi di Indonesia).Gambar2 yang rare books tampilkan adalah gambar buku langka yang disebutkan diatas.




Sebetulnya gempa dimulai pada bulan Oktober 1671, benteng Hollandia di Sirri-sori hancur, gunung2 runtuh, tanah retak2 sedalam pohon kelapa. Bumi tidak pernah benar2 berhenti.
12 Juli 1673 bumi bergetar keras, suara gemuruh aaneh menakutkan disertai ledakan petir tajam mendesis menghantam pohon dan kastil. Angin berubah-ubah arah sehingga kapal layar sulit dikendalikan.
Namun sehebat-hebatnya dan menakutkan gempa yang sudah terjadi, belum seberapa dibandingkan dengan kejadian 17 Februari 1674, Sabtu sore sekitar pk. 19.30. di Leytimor, Hitu, Nusatelo, Seram, Buro, Manipa, Amblau, Kelang, Bonoa, Honimoa, Nusa Laut dan sekitarnya diguncang gempa dahsyat, orang sedang merayakan Hari Raya bejatuhan tumpang tindih karena tanah naik turun seperti gelombang laut. Bangunan tinggi ambruk tinggal puing2 saja, menewaskan 79 orang termasuk Istri dan Anak Perempuan G.E. Rumphius si Pembuat Laporan ini.

Gempa yang sama juga dialami pulau lain disekitarnya (misalnya di Thiel, Seram Kecil atau Hoamohel, Oma Honimoha, Nusa Laut dan Paso Baguala).
Gelombang pertama datang dengan tenang, gelombang kedua menghancurkan segala sesuatu termasuk kapal, perahu dan lainnya. Gelombang ketiga menghanyutkan/membersihkan puing2 sehingga tidak ada bekasnya seperti selaseai disapu.


Buku langka tersebut berukuran 14.5 x 21.5 cm, 79 halaman, diterbitkan kembali oleh W. Buijze, diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Theresia Slamet dengan judul "Kisah Nyata tentang Gempa Bumi Yang Dahsyat, yang terjadi beberapa waktu yang lalu dan sebelum itu, tetapi yang terutama pada tanggal 17 Februari tahun 1674 di pulau-pulau Amboina dan sekitarnya".

i.gr. 02.00